Jumat, 27 Desember 2013

Ayat-ayat Allah, jalan raya, dan saya


Pagi itu seperti biasa aku harus berangkat ke kampus. Naek motor dari Sidoarjo ke Surabaya. Berada di jalan raya yang padat merayap cukup membosankan menurutku, apalagi ditambah dengan panas matahari yang menusuk dan deru asap kendaraan yang bersahutan. Kalo uda di jalan kayak begini, biasanya mulutku komat-kamit memurojaah hafalan surat dan berdzikir kepada-Nya. Well, setidaknya waktu jadi tidak terbuang sia-sia, bukankah begitu?

Kulihat ada pom bensin didepan, aku langsung rating kiri berhubung bensinku hampir mau habis.

“BRUAKKKKK....!!!”

Kaget bukan kepalang. Ternyata ada yang menabrakku dari sebelah kiri. Sedetik kemudian aku uda pasrah jikalau aku terjatuh. Tapi, apa yang terjadi? Ternyata aku dan motorku hanya keseret pelan dengan posisi yang tetap berdiri. Dan berhenti. Kakiku berhasil mendarat dengan tepat diatas aspal.

Kau tau?? Aku bener-bener syok. Karena ini adalah kecelakaan pertama yang menimpaku. Tapi, apa yang terjadi? Aku tidak terjatuh! Antara percaya dan tidak percaya.. Sungguh, jikalau di-logika, jikalau di ukur menurut perhitungan manusia, “harusnya” aku terjatuh saat itu! Dan “harusnya” aku sudah luka-luka..

Allah.. apakah ini pertolongan dari-Mu??

***

Beberapa minggu setelahnya, aku ga sengaja baca notes FB milik Sinta Yudisia, ternyata beliau juga pernah mengalami hal yang hampir sama denganku. Ya, kejadian yang nyaris terserempet atau tertabrak, namun nyatanya berhasil selamat. Beliau pun juga melakukan hal yang sama, yaitu memurojaah hafalan surat ketika berkendara di jalan. Beliau bilang, reflek tubuh kita jauh lebih cepat ketika kita berkendara sambil membaca ayat-ayat Allah. Dan beliau pernah membandingkannya, dan ternyata memang benar. Ketika beliau hampir terserempet atau oleng, seketika itu pula reflek tubuh langsung merespon cepat. Beliau sendiri tidak menyangka, karena memang belum ada penelitian pasti terkait hal ini. Tapi beliau percaya, bahwa itu salahsatu miracle dari Al-Qur’an.

Kalo dipikir-pikir, benar juga apa yang dibilang Bu Sinta Yudisia. Aku jadi teringat, beberapa kali aku juga hampir keserempet, bahkan aku pernah hampir nabrak tronton yang berada di depanku, tapi herannya, seperti ada yang mengendalikan, tubuhku langsung merespon cepat banting setir ke arah kiri, memasuki celah kecil antara tronton dan mobil len. Dan aku berhasil selamat. 

Subhanallah.. mungkin memang benar bahwa ini adalah miracle dari Al-Qur’an. Kadang aku menjadi malu dengan Allah, mengetahui betapa baiknya Allah padaku.

Aku sendiri sebenarnya agak takut ketika berkendara di jalan. Apalagi orangtuaku seringkali khawatir melihatku yang bolak-balik sidoarjo-surabaya menggunakan motor. Ya, karena banyak sekali kecelakaan motor yang terjadi di Indonesia ini. Dan pengendara motor selalu menjadi pihak yang dirugikan secara fisik.
Aku? Tak ada pilihan lain selain menjaga kepercayaan orangtua-ku dengan menjadi pengendara yang baik, tak ugal-ugalan. Aku juga memulai membiasakan diri untuk berdzikir ato memurojaah hafalan surat ketika di jalan. Ya, karena aku percaya bahwa Allah akan menjagaku selama di perjalanan apabila aku terus mengingat-Nya, bukankah begitu?

Selain itu, ada hal lain yang membuatku harus melakukan hal tersebut. Aku selalu teringat dengan ucapan ustad Yusuf Mansyur di acara Wisata Hati : “Kita itu akan mati dalam kondisi yang sering kita lakukan. Ketika keseharian kita bermain sepakbola, maka kemungkinan besar kita akan mati di lapangan sepakbola. Namun jika keseharian kita selalu diisi dengan tilawah kepada-Nya, maka kemungkinan besar kita akan mati ketika sedang ber-tilawah.”

Nasihat ini benar-benar aku pegang. Fakta ini benar. Ga percaya? Aku pernah suatu kali baca di internet, kisah tentang seseorang yang dia itu suka banget baca Al-Qur’an dipojokan kursi penumpang mobil, dan ternyata benar ketika ada kecelakaan terjadi, beliau meninggal dalam kondisi sedang membaca Al-Qur’an di pojokan kursi tersebut. Subhanallah...

Penting banget ini buat kita. Selama di perjalanan, selama berkendara, jangan lupa tuk berdzikir pada Allah, atau memurojaah halafan surat yang sedang kita hafal.


Dalam momen lain juga, hampir setiap kali aku berkendara di jalan, ada saja pengendara motor yang menghampiri di sampingku, berkata sambil menunjuk ke arah rokku yang melambai-lambai kena angin, “Hati-hati mbak roknya, nanti bisa masuk jeruji.”

Kejadian ini sudah berulang kali. Kalo dihitung-hitung sudah ada 5x orang yang menegurku seperti itu. Aku ngerasa malu, karena lagi-lagi Allah menjagaku. Bagiku, itu adalah cara Allah menjagaku dengan mengirimkan pengendara motor tersebut untuk mengingatkanku.. Diantara banyaknya pengendara motor di jalan, hampir selalu ada yang menegur.. Kadang aku berpikir, buat apa orang tersebut susah-susah menegurku padahal mereka tidak sedikitpun mengenalku? Kalo Allah tak peduli, mungkin rokku uda keserempet dan jatuh. Tapi ternyata Allah masih sayang, Allah masih menjagaku..

Ya, banyak-banyak mengingat-Nya, membaca ayat-ayatNya, dengan begitu Allah juga akan mengingat kita.. Menjaga kita.. Karena Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan Penolong..

“Sesungguhnya bagi Allah para Malaikat yang berkeliling di bumi untuk mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang yang berdzikir, maka mereka akan memanggil satu sama lain, “Marilah ke sini, inilah yang kamu cari.” Rasulullah menambahkan, “Kemudian mereka meliputi para ahli dzikir itu dengan sayap-sayap mereka sampai langit dunia…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kamis, 26 Desember 2013

Belajar menulis dan kesederhanaan dari Tere Liye

Suara gaduh riuh bergemuruh dari bangku penonton ketika salah satu pembicara maju ke atas panggung. Dengan gayanya yang santai sambil menjinjing sebuah tas ransel berwarna hitam. Aku memperbaiki posisi dudukku, penasaran dengan sosok laki-laki yang sedang berada di depan panggung ini.
  
Tere Liye.

Mungkin sudah pada banyak yang mengenal nama ini. Ya, beliau adalah penulis buku best seller. Hingga detik ini sudah ada 17 novel yang beliau terbitkan. Sedangkan 3 diantaranya sudah diangkat ke layar lebar, yaitu Hafalan Shalat Delisa, Bidadari-Bidadari Surga, dan Moga Bunda Disayang Allah.

Aku sama sekali belum pernah membeli dan membaca buku-bukunya. Yang membuatku mengenal nama beliau adalah karena hobiku yang suka nongkrongin toko buku. Ya, aku hapal karena novel-novelnya seringkali mejeng dibagian rak buku-buku terbaru dan best-seller.



Dulu, satu tahun lalu, kampusku pernah hampir mau mengundang beliau, bahkan saat itu aku yang menjadi salah satu panitia yang menghubungi beliau langsung via email. Kuakui, Tere Liye ini salahsatu penulis nasional yang bersahaja dibanding yang lain. Jika kalian ingin mengundang beliau, kalian cukup mengirimkan pesan dan proposal lewat email dan yang bikin takjub adalah tak ada perantara manajer! Jadi yang bales email itu adalah Tere Liye sendiri. Simple, bukan? Dari sini aja, aku jadi tau kalo Tere Liye ini orangnya bersahaja, makanya aku semakin penasaran untuk hadir di acara talkshow kemarin

Sederhana.

Ya, itu satu kesan yang aku tangkap ketika menghadiri talkshow beliau di surabaya kemarin. Sesuai dengan dugaanku sebelumnya. Beliau orangnya tertutup, jadi jangan harap bisa nge-foto beliau semau kita, karena beliau tidak menyukai hal itu. Ya, itu privacy beliau. Justru itulah yang aku hargai, karena tak banyak orang seperti beliau. Banyak artis dan orang jaman sekarang yang mencari ketenaran, namun Tere Liye tak seperti itu. Bahkan tetangganya sendiri pun tidak tau kalo dia itu Tere Liye. Hahaha.. Aku pikir ada bagusnya juga. Dengan begitu beliau bisa hidup layaknya orang normal pada umumnya. Tak perlu takut dikejar-kejar fans ketika sedang bepergian ke tempat-tempat publik. Dan tak perlu risau kehidupan pribadi-nya diusik media. Ada dan tidaknya novel Tere Liye, beliau ingin berada di kondisi yang ‘sama’, yaitu sederhana. Ya, ini pesan yang bisa saya tangkap secara eksplisit.

Aku pun takjub juga mendengar penjelasan-penjelasan beliau selama talkshow. Karena saran-saran yang beliau berikan sangat sangat simpel. Bahkan saking simpel-nya, kami semua dibuat tertawa olehnya. Haha.. Contohnya aja begini : 

“Kalo ada yang bertanya gimana sih caranya jadi penulis bestbeller? Maka jawaban saya cuman satu : ya ditulis-tulis aja...”

Hahaha.. Benar-benar diluar perkiraanku. Biasanya seorang penulis terkenal akan ngasih beberapa tips sukses menulis, tapi Tere Liye tidak. Jawaban beliau cuman satu : “Ya, ditulis-tulis aja.”

Saran beliau emang simple, namun sangat realistis dan berbobot. Ini saran paling realistis yang pernah aku dengar sepanjang masa :D Kalo dipikir-pikir benar juga, terkadang kita sendiri yang terlalu mikir susah. Padahal kunci dari keberhasilan menulis itu ya konsisten menulis alias “Ditulis-tulis ajalah”. Intinya, tiap hari jangan pernah absen untuk menulis! Karena kalo usaha kita cuman datengi acara-acara motivasi dan talkshow tanpa adanya aksi nyata untuk menulis, ya hasilnya sama aja : NOL BESAR.


 So, bagi kamu-kamu yang ingin sukses menulis, sarannya cuman satu : “Ya ditulis-tulis aja..”

Ada lagi kalimat dari Tere Liye yang aku suka, yaitu ini : “Menulis itu tidak membutuhkan bakat, namun harus dibiasakan.”

Dan ini beberapa hal yang perlu kita perhatikan jika ingin menjadi penulis : 
  1. Harus punya motivasi menulis yang benar. Karena motivasi ini yang akan menjadi energi kita untuk terus menulis. 
  2. Pikirkan dalam-dalam aku ingin menulis apa? Terutama hal-hal yang disuka, jangan memaksa untuk menulis hal-hal yang kita tidak bisa.
  3. Ga ada teori cara menulis yang baik dan benar itu seperti apa. Yang perlu kita ketahui adalah menulislah dengan efektif (yang penting kita paham dan pembaca paham). 
  4. Ya, ditulis-tulis aja. Hehe... (ini bagian favoritku)
Lagi-lagi ada kalimat sederhana nan simple yang Bang Tere berikan kepada kita sebagai penutup talkshow pada siang hari itu. Ini motivasi bagi mereka-mereka yang ingin meraih impian mereka, apapun itu :

“Ada yang bilang bahwa kesempatan pertama paling baik untuk menanam adalah 20 tahun yang lalu. Namun, kalo kalian baru denger kalimat ini hari ini, maka kalian punya kesempatan kedua, yaitu lakukanlah hari ini. Ya, kesempatan kedua itu ada pada hari ini, karena gak bakal ada kesempatan ketiga, keempat dan seterusnya...”

Kereeen banget kan?

Itu aja yang bisa aku bagi hari ini. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi penyemangat kita yang ingin menjadi penulis-penulis muslim hebat seperti Bang Tere, Asma Nadia, Kang Abik, dsb.

SEMANGAT nge-blog!!!

Selasa, 24 Desember 2013

Analogi kue, jilbab dan saya

 
Jika melihat lalu lalang orang yang berhijab, saya yakin dibalik hijabnya itu pasti ada cerita tersendiri yang berkesan di benak mereka. Berkesan karena mampu menggetarkan jiwa dan menggerakan akal, pikiran serta raga untuk mau mengenakan hijab.

Saya pun ‘dulu’ sama seperti mereka. Yang tak langsung mau ketika diberikan dalil-dalil tentang kewajiban berjilbab bagi seorang wanita.

Namun, hidayah yang Allah berikan itu sungguh unik dan tak terduga. Taukah anda? Inspirasi saya datangnya dari sebuah analogi kue. Analogi yang membuat hati saya mencelos alias makjleb.

***

Saya masih ingat tentang pengalaman ini.

Lulus SD saya mengikuti tes masuk ke beberapa SMP Negeri di Sidoarjo. Tapi ‘anehnya’ saya sama sekali tidak lolos satupun disana. Takdir Allah berkata lain, ternyata Allah menghendaki saya untuk masuk ke salah satu SMP Swasta Islam yang cukup terkenal di kota saya ini. Alhasil, mau tak mau saya harus mengikuti aturan mereka. Mengenakan jilbab sebagai seragam sekolah sehari-hari.

Sumpek. Panas. Jadul. Ribet.
Itu anggapan saya ketika pertama kali pake jilbab.

Saat itu saya butuh waktu sekitar 15 menit untuk bisa mengenakan jilbab dengan rapi. Dan jujur saja, saat itu saya masih memakainya dalam keadaan terpaksa. Karena selepas sekolah, ketika jalan-jalan dengan teman ataupun keluarga, saya menanggalkan jilbab yang saya kenakan.

Apakah hal ini aneh? Haha... Menjadi anak SMP adalah masa dimana kita masihlah suka untuk meng-explore berbagai macam gaya rambut, memasang jepitan yang lucu-lucu, menguncir dibagian sana-sini, berpenampilan semenarik mungkin untuk menarik perhatian lawan jenis. Bukankah begitu? Tak perlu malu, karena dulunya saya juga begitu. Hehe..

Bagi saya, ngapain sih kita harus susah-susah pake jilbab untuk menutupi keindahan rambut kita? Ya, itu anggapan saya dulu. But, let’s see.. Ternyata hidayah Allah itu memang tak terduga.

Saya masih ingat, saat itu saya duduk di bangku kelas 2 SMP. Guru saya sedang menjelaskan tentang keutamaan memakai jilbab, kenapa wanita itu diwajibkan untuk memakai jilbab. Namun bukan bagian ini yang mampu menggerakkan hati saya, ada satu penjelasan lain yang mampu membuat saya merenung.
 
Guru saya : “Taukah nak? Ada satu perumpamaan yang bisa kita ambil hikmahnya..”
Saya         : “.....” (menyimak)
Guru saya : “Kalo kita pergi ke pasar, ada dua jenis kue yang bisa kita lihat. Kue yang terbungkus dengan rapi, dan kue yang dibiarin terbuka hingga lalat bisa menempel diatasnya.”
Saya         : (semakin serius menyimak)
Guru saya : “Kira-kira diantara dua jenis kue tadi, mana yang akan kita pilih?”
Teman-teman satu kelas : “Kue yang terbungkus rapi, pak..” (jawab kami serempak)
Guru saya : “Nah kenapa  kog kita milih kue yang terbungkus rapi, bukannya yang dibiarkan terbuka? Kira-kira seperti itulah perumpamaan bagi seorang wanita yang mengenakan jilbab.”



Saya berpikir keras saat itu.
1 detik. Ya jelas milih yang terbungkus rapi-lah karena terjamin kualitasnya.
2 detik. Kalo milih yang dibiarin terbuka, jelas ga mau. Kan kotor tuh, kena debu ato lalat.
3 detik. Jadi kalo diliat dari segi kualitas, jelas masih lebih bagus kue yang terbungkus rapi.
4 detik. MAKJLEB!!

Saya mengangguk dalam hati. Merasa tertampar dengan keras. Masuk akal juga analogi yang diberikan guru saya ini. 

Kalo saya ga berjilbab maka saya termasuk ke dalam jenis kue yang kena debu dan lalat tadi alias tidak terjamin kualitasnya, karena siapapun bisa melihat aurat saya yang terbuka.

Kalo saya berjilbab, maka saya termasuk ke dalam jenis kue yang spesial, yang terjamin kualitasnya, karena saya menutup aurat dari pandangan orang-orang yang belum halal untuk melihatnya.

Ya, itu menjadi pilihan bagi saya saat itu. Ingin menjadi yang spesial terjamin kualitasnya ato ingin menjadi yang terbuang?

Akhirnya kuputuskan saat itu juga. Bismillah... Saya ingin jadi yang spesial, ya Allah. Engkau-lah yang menjadi saksi atas komitmen hamba ini. Kelas 2 SMP. Ya, saat itulah saya “benar-benar” memulai untuk berjilbab atas kemauan saya sendiri. Di dalam sekolah maupun luar sekolah. Hingga SMA sampai kuliah sekarang ini. Dan semoga tetap istiqomah hingga seterusnya.. Amin.

***

Itulah pengalaman berhijab saya. My Hijab Story. Bagaimana dengan pengalamanmu?

Setelah dipelajari lebih dalam, ternyata ajaran-ajaran Islam itu memang indah. Tak ada aturan yang Allah berikan yang akan merugikan manusia. Justru malah memberi manfaat yang lebih besar bagi hamba-Nya yang melaksanakannya.

Terima kasih ya Allah telah menunjuki hamba ke jalan-Mu yang lurus.
Dengan cara-Mu yang super duper indah.
Dan dengan skenario-Mu yang sungguh luar biasa.

Rabu, 04 Desember 2013

Your name is your --supposed to be-- future

Tak pernah terlintas dibenakku untuk mencari tau arti dari nama yang kumiliki. DEWI PRATIWI. Nama yang terdengar sangat Indonesia sekali, sehingga suatu waktu aku pernah protes pada ibuku, “Ma, kenapa ga ngasih aku nama yang berbau Arab2 aja?”

Ya, bagiku nama yang berbau ke-arab2-an atau ke-barat2-an jauh lebih keren dan gaul. Dan lebih indah untuk disebut berkali-kali. Sedangkan nama ‘Dewi’ sudah sangat umum dan familiar diseluruh jagat raya Indonesia ini.

Coba aja ketik di mbah gugel, pasti banyak banget nama ‘Dewi’ yang bermunculan. Dan kalo salahsatunya di-klik sudah pasti yang muncul bukan profil atau wajah saya. Hmm itu aja baru yang terdata di mbah gugel, coba salahsatu dari kita ada yang survey ke petugas sensus, kira-kira ada berapa banyak orang yang bernama ‘Dewi’ di Indonesia ini? Oh-em-ji mungkin sudah ratusan atau ribuan..

Hmm.. Bahasa kasarnya, nama ini uda sangat ‘pasaran’, bukankah begitu? Well. Dulu aku sama sekali tidak bangga dengan nama ini. Ya, itu dulu! Kalo sekarang? Uda lain ceritanya…

***

Semester 7 ini aku ngambil kelas branding. Kelas yang notabene mempelajari tentang apa itu brand dan mengapa brand itu sangat penting. Usut punya usut, dosenku menjelaskan secara simple bahwa diri kita ini ternyata juga sebuah brand. Brand apa? Brand nama kita sendiri.


Karena namaku Dewi Pratiwi, maka aku memiliki sebuah brand yang bernama Dewi Pratiwi. Semua hal dan tindakan yang aku lakukan ternyata mewakili brand ‘Dewi Pratiwi’. Logika simple-nya brand image atau nama baik kita dipertaruhkan oleh kita sendiri. Layaknya sebuah nama brand yang memiliki filosofi makna, ternyata kita juga punya hal yang serupa. Ya, kita juga punya filosofi makna/arti dari nama kita.

Banyak yang bilang bahwa nama adalah doa. Dibalik sebuah nama kita tersimpan harapan orangtua terhadap kita di masa depan. Tak heran jika ada orangtua yang menghabiskan waktu berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk memikirkan nama apa yang bagus dan tepat bagi buah hatinya yang baru lahir.

Kita –termasuk saya– yang menerima mentah-mentah nama tersebut sering menganggap sepele. Tak sedikit yang tau tentang arti nama mereka.

Alhasil, kuliah sore hari itu sangat berkesan sekali. Saat itu kami diberi tugas tuk mencari tau arti nama kami. Ya, ini tugas paling simple but paling mengena sepanjang hidup. Bayangin, uda usia 21 tahun, tapi masi belum ngerti juga arti dari nama ku : DEWI PRATIWI. Hehe… miris ya…

Well, oke, singkat cerita aku langsung cuss nanya ke ibuku yang tak lain tak bukan adalah penemu dan pembuat nama anaknya ini. Terdiam aku mendengar penjelasan dari ibuku. Dalam hati aku sangat takjub dan mendadak ‘bangga’ juga punya nama ini. Hehe…

DEWI PRATIWI.

DEWI memiliki arti putri atau perempuan. Sedangkan PRATIWI diadaptasi dari kata “Pertiwi” yang artinya bangsa atau negeri. PRATIWI diambil dari nama calon astronot pertama di Indonesia yang ternyata adalah seorang perempuan, yaitu Dr.Pratiwi Suherman (1995). Jadi ceritanya 6 tahun sebelum aku lahir, berita ini lagi heboh-hebohnya beredar di media saat itu. Kalo kalian ga percaya, bisa cek di gugel.

Well, secara keseluruhan DEWI PRATIWI memiliki arti yang sungguh-sungguh mulia yaitu “Perempuan yang berguna bagi bangsa”

Ya, aku takjub dengan arti namaku sendiri. Ku tak tau jika artinya bisa sebagus itu. Aku jadi teringat dengan sebuah hadist, yang menurutku sangat menginspirasi..

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni)

Ada kesamaan arti dari nama yang kumiliki dengan hadist ini. Inikah harapan orangtua padaku? Menjadi perempuan yang berguna bagi bangsa? Yang tak lain dan tak bukan menjadi manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain?

Subhanallah… Baru kali ini aku merasa bersyukur punya nama ini.


Ibarat sebuah brand yang berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi visi yang telah ditentukan, maka aku pun juga akan berusaha sebaik mungkin untuk mencapai target dan harapan yang tersembunyi dibalik namaku : Menjadi perempuan yang berguna bagi bangsa.


***

Saya yakin. Kalian pun juga memiliki arti nama yang bagus. Sudahkah kalian mencari tau? Nama indonesia seperti namaku saja punya arti yang sarat makna, apalagi nama kalian yang diadopsi dari nama-nama Nabi, nama istri Rasulullah, nama anak Rasulullah, atau nama-nama sahabat Rasulullah yang syahid di medan perang?

Berbahagialah bagi kamu yang memiliki unsur nama "Muhammad".. Sungguh, Nabi Muhammad adalah manusia paling mulia di bumi ini dan merupakan suri tauladan terbaik..

Berbahagialah bagi kamu yang memiliki unsur nama "Muhammad".. Bukankah itu berarti orangtuamu menginginkanmun untuk mempunyai akhlaq yang baik layaknya Rasulullah? Bukankah itu berarti orangtuamu mengharapkan agar engkau meneladani Rasulullah? Bukankah itu berarti orangtuamu mengharapkanmu menjadi calon penghuni Surga?

Pelajari. Dan resapi arti nama kalian.

Jangan nodai nama-nama yang tak seharusnya kalian nodai...
Wujudkan apa yang menjadi doa dan harapan orangtua padamu...